Mei 12, 2025 | 36 views
JAKARTA, – Genap 27 tahun sejak Tragedi Trisakti mengguncang sejarah bangsa. Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Universitas Trisakti — Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Heri Hertanto, dan Hendriawan Sie — gugur ditembak saat melakukan aksi damai menuntut reformasi di depan kampus mereka. Tembakan yang mengakhiri nyawa mereka menjadi pemicu jatuhnya rezim Orde Baru, namun hingga kini, para pelaku belum diproses secara hukum.
Praktisi hukum Ade Manansyah, S.H., M.H., menyebut bahwa ketidakjelasan penyelesaian kasus ini mencerminkan lemahnya komitmen negara terhadap penegakan hak asasi manusia dan prinsip keadilan transisional,
“Sudah 27 tahun berlalu, namun keluarga korban belum mendapatkan kejelasan dan pertanggungjawaban hukum. Ini bukan hanya soal sejarah kelam, tetapi juga tentang keberanian negara dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” ujar Ade dalam pernyataannya di Jakarta.
Ia menilai bahwa tragedi ini semestinya tidak hanya dikenang, tetapi dijadikan momentum untuk mereformasi sistem peradilan yang kerap membiarkan impunitas,
“Jika impunitas terus dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap hukum akan terus terkikis. Keadilan bagi korban Trisakti bukan hanya simbolis, tetapi harus diwujudkan melalui langkah konkret negara,” tambahnya.
Jeritan Keadilan Setiap Kamis
Tak hanya berhenti pada peringatan tahunan, keluarga para korban terus menyuarakan keadilan. Setiap hari Kamis, mereka datang ke gedung-gedung lembaga negara, membawa foto anak-anak mereka, mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka dan perjuangan. Meski tahun berganti, langkah mereka tak pernah surut.
“Setiap Kamis, mereka berdiri dengan harapan yang sama — bahwa negara suatu hari akan menunaikan janjinya kepada rakyat. Ini bukan hanya jeritan keluarga korban, tetapi jeritan nurani bangsa,” kata Ade.
Semangat Reformasi Belum Selesai
Ade Manansyah juga menekankan pentingnya mengingat semangat reformasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa 1998. Menurutnya, generasi muda hari ini harus terus melanjutkan perjuangan tersebut, terutama dalam menuntut keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas pemerintahan.
“Reformasi belum tuntas selama keadilan bagi Tragedi Trisakti belum ditegakkan. Kita semua bertanggung jawab menjaga nyala api perjuangan itu,”
Ia pun mengapresiasi generasi muda yang tetap memperingati Tragedi Trisakti setiap tahunnya. Bagi Ade, semangat mahasiswa 1998 adalah api perjuangan yang tak boleh padam di tengah tantangan demokrasi masa kini. Tutupnya